Kamis, 20 Juni 2019

Perbedaan Ilmu Perbandingan Agama Teologi Dan Filsafat Agama

PERBEDAAN ILMU PERBANDINGAN AGAMA TEOLOGI DAN FILSAFAT AGAMA
Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Perbandingan Agama
Dosen Pengampu: Imamul Huda, M.Pd.I.









Disusun oleh:
Marga Nur Junianti   23010170114
Avira Dwi Auliya     23010170121

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA
2019



BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah 
Belakangan ini banyak sekali terjadi kesalahpahaman  dari definisi perbandingan agama banyak orang mengira bahwa perbandingan agama adalah ilmu yang membeda- beda kan agama ataupun menjelek jelek kan agama lain. Karena sering terjadi kesalahpahaman ini maka ilmu perbandingan agama sekarang sering disebut studi agama. 
Studi agama pasti berkaitan dengan teologi dan filsafat islam, ketiga nya sama membahas tentang agama. Sebagaimana dengan teologi dan filsafat islam, teologi lebih mempelajari ke tuhanan sedangkan filsafat islam lebih mecari dan mencari kebenaran dari agama islam. Ketiganya mempunyai titik pembahasan yang sama. Lalu bagaimanakah perbedaannya ?.  
Maka makalah ini akan memecahkan berbagai pertanyaan yang timbul dari ilmu perbandingan agama, teologi dan filsafat islam.

B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi dari Ilmu Perbandingan Agama, Teologi dan Filsafat Agama ?
2. Apa perbedaan dari Ilmu Perbandingan Agama, Teologi dan Filsafat Agama ?
3. Apa faedah dari kita mempelajari Ilmu Perbandingan Agama ?

C. Tujuan Makalah
1. Untuk mengetahui definisi dari Ilmu Perbandingan Agama, Teologi dan Filsafat Agama.
2. Untuk mengetahui perbedaan dari Ilmu Perbandingan Agama, Teologi dan Filsafat Agama.
3. Untuk mengetahui  faedah dari kita mempelajari Ilmu Perbandingan Agama.




BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Ilmu Perbandingan Agama Teologi dan filsafat Agama
     Pada tahun 60 an dan 70 an abad ke 19 studi agama agama untuk pertama kalinya mulai memperoleh perhatian mulai memperoleh perhatian yang luas dan sungguh sungguh. Tapi munculnya telah didahului menurut proses yang telah berlangsung berabad abad, proses ini dapat dianggap sebagai kejadian terdahulu ilmu perbandingan agama yang beraneka ragam. 
      Dikalangan bangsa Yunani dan Romawi kuno, rasa tertarik terhadap agama agama bukan agamanya sudah dapat ditemukan. Adanya sikap kritis atas bentuk bentuk agama yang dipelajari, ada usaha mencatat dan mendiskripsikan apa apa yang dilihat, didengar, dan dialami dan ada usaha untuk membandingkan dan pemikiran yang umum diterima ketika itu, sikap kritis ini misalnya dapat ditemukan di kalangan pada filosof pada abad ke 6 SM. Antara 1859 hingga 1869 terlihat perkembangan yang sangat cepat dalam bidang studi agama-agama. Perkembangan perkembangan yang terjadi selama decade tersebut muncul dimulai dengan terbitnya buku Darwin, The Crigin of Spesies. Salah satu latar belakang kelahiran ilmu perbandingan agama ialah konflik antar agama di satu pihak dan ilmu pengetahuan, agama adalah sesuatu yang tidak dapat berubah, bersifat abadi, dan diberikan sekali untuk selamanya sedangkan ilmu pengetahuan sebaliknya.  
   Ilmu Perbandingan Agama modern sudah dimulai oleh Max Muller, lebih kurang satu abad yang lampau, tahun 1856, terbit bukunya yang pertama comperative mytology dan pada tahun 1870 menyusul diterbitkan Introduction to the science of  Religions. Penerbitan buku-buku itu bersamaan dengan pemberian kuliah yang berjudul asal usul dan pertumbuhan Agama sebagaimana digambarkan oleh agama india di tahun 1878. 
     Babak awal dimulai dengan antusias yang sangat kuat, keinginan sungguh sungguh untuk memahami agama lain, dan oleh kebutuhan yang bersifat spekulatif. Pada akhir abad pertengahan abad ke -19, sudah menjadi kebiasaan menyebut Max Muller sebagai pencetus dan pendiri bidang studi agama, Nama ilmu perbandingan agama, oleh Max Muller maksudnya ingin menekankan bahwa ilmu baru ini terlepas dari filsafat Agama dan terutama terlepas dari ilmu teologi.  
Perbandingan Agama adalah ilmu yang mempelajari asal-usul, ciri-ciri dan struktur asasi agama-agama dengan maksud untuk menentukan persamaan-persamaan dan perbedaan-perbedaannya yang sebenarnya serta sejauh mana hubungan agama yang satu dengan agama yang lain sehingga dapat diungkapkan hakikat dan pentingnya agama bagi pemeluknya masing-masing.
     Teologi secara leksikal terdiri dari dua kata, yaitu “theos” yang berarti Tuhan dan “Logos” yang berarti Ilmu (Hanafi, 1998:11). Jadi teologi adalah ilmu tentang Tuhan atau ketuhanan. Secara terminologi, teologi adalah ilmu yang membahas tentang Tuhan dan segala sesuatu yang terkait dengannya (Ya’kub, 1991:10), juga membahas hubungan Tuhan dengan manusia dan hubungan manusia dengan Tuhan (Bachtiar, 1997:18). Perkataan teologi sebenarnya tidak berasal dari khazanah dan tradisi Islam. Teologi merupakan istilah yang diambil dari agama lain, yaitu dari khazanah dan tradisi gereja Kristiani (Effendi, 1995:52).
    Harun Nasution (1973: 4) membedakan dua bentuk kajian filsafati tentang agama. Pertama, membahas dasar-dasar agama secara analitis dan kritis dengan maksud untuk menyatakan kebenaran suatu ajaran agama atau minimal untuk menjelaskan bahwa ajaran agama bukanlah sesuatu yang mustahil dan bertentangan dengan logika. Kedua, memikirkan dasar-dasar agama secara analitis dan kritis tanpa terikat pada ajaran agama tertentu dan tanpa terikat pula untuk membenarkan ajaran agama tertentu.
      Aslam Hadi (1986:8) juga mengidentifikasi ada dua bentuk kajian filsafati tentang agama. Pertama, filsafat agama membicarakan kepercayaan atau kebenaran agama. Hal ini terjadi terutama pada abad tengah dan pada filsafat Islam serta filsafat India, tetapi tidak lagi dibicarakan pada filsafat saat ini. Kedua, filsafat agama merupakan kajian terhadap hal-hal fundamental dari agama, inilah yang dikaji dalam filsafat agama dewasa ini.
      Kattsof (1996: 444) membedakan antara filsafat keagamaan dengan filsafat agama. Filsafat keagamaan adalah suatu filsafat yang disusun berdasarkan ajaran dan kepercayaan agama tertentu sebagai pendirian-pendirian hakiki.. Sedang, Filsafat agama adalah suatu penyelidikan yang bersifat kritis tentang agama berdasarkan makna istilah-istilah, bahan bukti, dan prinsip-prinsip verifikasi.

B. PERBEDAAN PERBANDINGAN AGAMA  THEOLOGI DAN FILSAFAT   AGAMA 
1. Perbandingan Agama
a. Agama mempercayai akan adanya kebenaran dan khayalan dogma-dogma agama.
b. Perbandingan agama membahas perbandingan dari beberapa agama tetapi bukan untuk membenarkan atau menyalahkan.
c. Perbandingan Agama mendahulukan Agama sebagai kepercayan dari pada pemikiran.
d. Agama adalah kebenaran yang bersumber dari wahyu Tuhan mengenai berbagai hal kehidupan manusia dengan lingkungannya.
   Ilmu Perbandingan Agama tidak hanya membanding-bandingkan agama saja, tetapi juga melakukan kajian historis, fenomenologis, atau secara umum melakukan kajian yang bersifat ilmiah atau scientific. Hal itu akan semakin jelas setelah dibahas mengenai metode-metode yang digunakan dalam Ilmu Perbandingan Agama.
A. Mukti Ali menjelaskan bahwa yang dimaksud denga ilmu perbandingan agama adalah suatu cabang ilmu pengetahuan yang berusaha untuk memahami gejala-gejala keagamaan dari pada suatu kepercayaan dalam hubungannya dengan agama lain yang meliputi persamaan dan perbedaan. 
    JoachimWach dari sudut pandang yang lain, berpendapat bahwa obyek Ilmu Perbandingan Agama adalah pengalaman agama.   Menurut JoachimWach pengalaman agama berbeda dengan pengalaman psikis biasa. Pengalaman agama mempunyai beberapa kriteria tertentu.
Kriteria pertama, pengalaman agama merupakan suatu tanggapan terhadap apa yang dihayati sebagai Realitas Mutlak. Kedua, pengalaman agama merupakan tanggapan yang menyeluruh atau utuh (akal, perasaan, dan kehendak hati) manusia terhadap Realitas Mutlak. Ketiga, pengalaman agama merupakan pengalaman yang paling kuat, menyeluruh, mengesankan, dan mendalam dari manusia. Keempat, pengalaman agama merupakan pengalaman yang menggerakan untuk berbuat. 
    Pengalaman tersebut mengandung imperatif, menjadi sumber motivasi dan perbuatan yang tak tergoyahkan. Pengalaman agama yang subyektif ini diekspresikan atau diungkapkan dalam tiga ekspresi, yaitu:
1) Pengalaman agama yang diungkapkan dalam  pikiran.
 Pengalaman pengalaman agama yang diungkapkan dalam pikiran terutama berupa mite, doktrin, dan dogma. Pengalaman agama ini dapat berbentuk symbol, oral, dan tulisan.Tulisan-tulisan bisa berupa kitab suci dan tulisan klasik Untuk keperluan memahami kitab suci diperlukan literature yang sifatnya menjelaskan, misalnya Talmud, Zend dalam Pahlevi, Hadis dalam Islam,Smrti di India, tulisan-tulisan Luther dan Calvin dalam Protestan. Agama-agama besar juga mempunyai credo, yaitu suatu ungkapan pendek tentang keyakinan,syahadat dua belas dalam Kristen, dua syahadat dalam Islam, dan shema dalam Yahudi. Adapun tema yang fundamental dalam pengalaman agama yang diungkapkan dalam pikiran adalah Tuhan, kosmos, dan manusia (Teologi, kosmologi, dan antropologi).             
2)  Pengalaman agama yang diungkapkan dalam tindakan.
 Selanjutnya pengalaman agama yang diungkapkan dalam tindakan  berupa kultus (peribadatan) dan pelayanan. Peribadatan sebagai tanggapan terhadap Realitas Mutlak harus dilakukan di mana, kapan, bagaimana caranya, dan oleh siapa? Apakah ibadah itu harus dilakukan sendiri-sendiri atau secara berjamaah? Termasuk dalam ungkapan perbuatan ini adalah kurban dengan segala seluk-beluknya. Termasuk dalam pembahasan ini adalah masalah imitation, yaitu mencontoh tingkah laku dan kehidupan seorang pemimpin agama. Termasuk dalam pembahasan ini adalah keinginan supaya orang lain juga beragama seperti dia, yaitu masalah missionary atau dakwah.                                                 
3) Pengalaman agama yang diungkapkan dalam kelompok.           
    Akhirnya pengalaman agama yang diungkapkan dalam kelompok berupa kelompok-kelompok keagamaan (Ecclesiaatau Gereja, Kahal, 
Ummah, Sangha).  Di sini dibahas juga masalah hubungan antara orang yang beragama dengan masyarakat umumnya, bahasa yang dipergunakan dalam pergaulan mereka baik antar-agama maupun intra-agama sendiri, fungsi, kharisma, umur, seks, keturunan, dan status. 
  Ketiga ekspresi pengalaman agama di atas (pikiran, tindakan, dan kelompok) yang menjadi obyek Ilmu Perbandingan Agama  meliputi semua agama yang ada dan aliran-alirannya.
2. Teologi
      Suatu istilah yang lazim dalam ilmu ketuhanan adalah “teologi”. Dari segi etimologi maupun dari segi terminology “theology” terdiri dari kata “theos” yang berarti “Tuhan”  dan “Lagos” yang  berarti “ilmu” jadi teologi berarti “ilmu tentang Tuhan” atau “Ilmu Ketuhanan”.
     Dalam Encyclopaedia Everyman’s menyebutkan tentang teologi sebagai berikut” science of religion, dealing there fore with god, and man in his relation to god” (pengetahuan tuhan dan manusia dalam pertalianya dengan Tuhan).
     Collins dalam kamus “New English Dictionary” mengemukakan tentang teologi:”The Science Which Treats of The Fact and Phenomena of Relation, and Realation Between God and Me” ( Ilmu yang membahas fakta fakta dan gejala gejala agama dan hubungan hubungan antara Tuhan dan Manusia)
   Tetapi pendapat pendapat tersebut ada yang memandangnya kurang tepat karena seorang ahli teologi dapat melakukan penyelidikan dengan bebas tanpa terikat dengan suatu agama. 
Karena itu memandang lebih tepat kalau dikatakan, bahwa teologi dapat dihayati dengan agama (revealed theology) dan dapat juga tidak bercorak agama tetapi bercorak filsafat (Natural Theology) dan dapat juga tidak bercorak agama tetapi bercorak filsafat (Natural Theology atau Philosophical Theology) 
   Untuk mengetahui lapangan pembahasanya secara khusus biasanya kata “Theology” dikaitkan dengan keterangan kualifikasi, misalnya: teologi filsafat, teologi masa kini, teologi Kristen, teologi wahyu, teologi fikiran , teologi islam dan lain lain.  Tegasnya, teologi adalah ilmu yang membahas masalah ketuhanan dan pertalianya dengan Tuhan baik disandarkan dengan wahyu maupun disandarkan kepada penyelidikan akal fikiran. Teologi disebut juga dengan ilmu kalam atau di dalam agama Kristen disebut ilmu lahut. 
a. Teologi sudah menerima dasar ajaran agama sebagai kebenaran.
b. Teologi membahas dasar-dasar ajaran agama tertentu. Misalnya teologi Kristen, teologi muslim dsb.
c. Teologi berkaitan dengan Tuhan dan kebenaran yang di terima berdasarkan wahyu Allah.
d. Teologi hanyalah sebatas upaya memberikan penjelasan atau interpretasi tentang dasar-dasar agama, atau upaya mencari legalitas rasional atas ajaran agama tertentu. 
Pendekatan teologi sebagai berikut :
e. Teologi yang memandang Tuhan sebagai titik awal pembahasannya.
f. Teologi mencoba menjelaskan Tuhan dengan seluruh misterinya berdasarkan wahyu.
g. Teologi mendasari premisnya langsung dari wahyu, contoh “semua hukum/sanksi ditetapkan oleh Tuhan” 

3. Filsafat Agama
Filsafat berasal dari bahasa Yunani yang terdiri atas dua kata yaitu philo dan sephia, philo yang berarti cinta dalam arti luas yakni keinginan dan sephia berarti hikmat (kebijakan) atau kebenaran.
Sedangkan pengertian filsafat secara terminology itu sangat beragam, baik dalam ungkapan maupun titik tekanya. Bahkan Moh. Hatta dan Lavengeld mengatakan bahwa definisi filsafat tidak perlu di berikan karena setiap orang memilikititik tekan  sendiri dalam definisinya. Oleh karena itu, biarkan saja seseorang meneliti filsafat dahulu kemudian menyimpulkan sendiri.  
Agama berasal dari kata Sunskrit. Ada yang berpendapat bahwa agama memiliki kata yang terdiri dari dua kata a berarti tidak dan gama berarti pergi, jadi agama artinya tidak pergi tetapi ditempat. Pendapat lain mengatakan bahwa agama berarti teks atau kitab suci. Agama juga memiliki tuntunan, yaitu kitab suci. Setelah diketahui pengertian filsafat dan agama, maka definisi filsafat agama diperoleh dari gabungan keduanya, yaitu sebagai suatu usaha membahas tentang unsur unsur pokok agama secara mendalam, menyeluruh, sistematis, logis, dan bebas. 
Karl Rahner menguraikan lebih jauh tentang filsafat agama menurutnya, filsafat agama adalah sebuah antropologi metafisik yang harus bersifat teologi dasar, yaitu manusia sebagai pribadi yang bebas tidak dapat tidak berhadapan dengan Tuhan yang mungkin mewahyukan diri. Teology selalu dinisbatkan pada kualifikasi tertentu, seperti teologi islam, Kristen dll.   
a. Filsafat agama bermaksud menyatakan kebenaran atau ketidakbenaran dasar-dasar agama.
b. Filsafat agama tidak membahas dasar-dasar ajaran dari agama tertentu, tetapi dasar-dasar agama pada umumnya.
c. Filsafat mempercayakan sepenuhnya kekuatan daya pemikiran.
d. Filsafat agama tidak terikat pada dasar-dasar agama tertentu.
e.  Filsafat Agama meletakkan Tuhan sebagai titik akhir atau kesimpulan seluruh pengkajian.
Filsafat Agama, dalam hal ini yang dipentingkan adalah berfikir tentang dasar-dasar agama, mencoba memahami dasar-dasar itu menurut  logika dan dengan demikian dapat diterima akal orang-orang yang tak percaya pada wahyu dan hanya berpegang pada pendapat akal. 

C. METODE PERBANDINGAN AGAMA DENGAN ILMU LAIN  

   Sekarang akan dibahas tentang metode yang dipergunakan untuk memahami agama.  Agama sudah terdapat pada semua lapisan masyarakat dan seluruh tingkat kebudayaan sejak awal permulaan sejarah umat manusia. Kenyataan ini merangsang timbulnya minat para ahli untuk mengamati dan mempelajari agama, baik sebagai ajaran yang diturunkan melalui kewahyuan maupun sebagai bagian dari masyarakat. Lingkungan dan kebudayaan, baik sebagai pemilik pribadi maupun kelompok. Minat orang untuk mengamati dan mempelajari agama itu didasarkan atas anggapan dan pandangan bahwa agama sebagai sesuatu yang berguna bagi kehidupan pribadinya dan umat manusia. Tetapi selain itu ada juga yang didasarkan atas pandangan yang negatif dengan anggapan yang sinis terhadap agama, karena agama baginya adalah merupakan khayal, ilusi dan merusak masyarakat. 
     Demikianlah agama telah berada ditengah-tengah manusia sepanjang sejarahnya. Ia merupakan aspek yang tidak dapat dipisahkan dari pribadi dan masyarakat. Tidak ada agama dan juga tidak ada struktur masyarakat yang dapat dianggap sebagai suatu gejala yang terpisah sama sekali satu sama lain, demikian kata Edward H. Winter. 
1. Metode Fenomenologi
   Pendiri metode ini, yaitu Edmund Husserl, menganggapnya hanya sebagai disiplin filsafat murni dengan tujuan membatasi dan menambah penjelasan-penjelasan yang murni psikologis dari proses pemikiran. Segera pendekatan fenomenologis itu dipergunakan untuk menerangkan lapangan-lapangan seni, hukum, agama, dan sebagainya. Fenomenologi agama dikembangkan oleh Max Scheler, Rudolf Otto, Jean Hering, dan Gerardus vanderLeeuw. Tujuannya adalah untuk melihat ide-ide agama, amalan-amalan, dan lembaga-lembaganya dengan mempertimbangkan “tujuannya”, namun tanpa menghubungkan  dengan teori-teori filosofis, teologis, metafisis atau psikologis. 
   Gerardus vander Leeuw (1890-1950), beliau berpendapat bahwa power, kekuatan atau kekuasaan, adalah dasar dari konsepsi agama. Tulisannya yang utama, Religion in EssenceandManifestation, merupakan sebuah buku yang padat dengan tipologi tentang fenomena agama, termasuk macam-macam korban, tipe-tipe orang suci, kategori tentang pengalaman agama dan berbagai bentuk dari fenomena agama lainnya. 
   Ada empat macam studi secara fenomenologis ini. Pertama, adalah fenomenologi agama secara umum, yang juga disebut morfologi agama. Yaitu deskripsi fakta-fakta keagamaan secara teratur, suatu perbandingan diantara satu dengan lainnya untuk membedakan yang sama dan yang tidak sama. Suatu pengklasifikasian yang rasional atas dasar analisis yang bersifat empiris dan kategorisasi yang bersifat deskriptif. Pada prinsipnya dalam fenomenologi agama secara umum seperti mendapatkan tempat.
   Kedua, adalah fenomenologi agama khusus. Studi ini melahirkan suatu kumpulan fenomena yang pokok-pokok. Seperti disatu pihak bermacam-macam dewa tumbuh-tumbuhan, bermacam-macam korban yang berbeda-beda, aneka ragam tipe syaman. Di lain pihak bisa juga pemilihan kumpulan fenomena itu dengan cara menetapkan data keagamaan yang ada dalam masyarakat atau kelompok masyarakat. Seperti pada agama suku bangsa Afrika tertentu. Dalam hal ini pengertian fenomena diselidiki dalam hubungan masyarakat dengan masyarakat atau kumpulan masyarakat tertentu.
   Ketiga adalah fenomenologi agama refleksi. Disini sebagian merupakan metodologi dan sebagian merupakan teologi. Kedua prosedur ini dipakai dalam memperinci dan menganalisis. Demikian juga persoalan yang fundamental dari sesuatu studi agama seperti hubungan antara masalah-masalah nonagamawi ataupun melulu mengenai fenomena agama.
  Keempat adalah fenomenologi agama eksistensialis. Di sini titik tolaknya adalah melulu mengenai kehidupan manusiawi dengan segala sifat-sifat yang dimilikinya, kualitasnya, kemungkinan-kemungkinannya serta permasalahan-permasalahannya. Studi ini langsung tertuju kepada cara dimana manusia dalam lingkungan yang berbeda-beda sejak mula-mula masyarakat berburu sampai masyarakat industri zaman modern telah menanggapi secara agamawi terhadap segala permasalahan yang dijumpainya. Terutama dalam hal ini, baik agama ataupun nonagama, orang dapat memperkembangkan potensi kesadaran diri yang dimilikinya. 
2.  Metode Sosiologi
     Dari segi sosiologi, pendekatan terhadap agama telah melahirkan berbagai teori. Diantara teori-teori itu, yang sangat terkenal adalah teori tingkatan. Teori ini dikemukakan oleh August Comte. Comte biasanya dianggap sebagai pendiri ilmu sosiologi modern. Teori ini umumnya sebenarnya secara subtansial berdasarkan pada suatu pandangan khusus terhadap agama. 
Penyelidikan agama secara sosiologis sebenarnya telah menerapkan adanya pengaruh masyarakat atas agama dan gejala-gejalanya dan sebaliknya juga pengaruh agama atas masyarakat dan gejala-gejala kemasyarakatan. Di satu pihak idealisme sering kali tidak mempertimbangkan dipengaruhinya agama oleh faktor-faktor kemasyarakatan, tetapi dilain pihak banyak pemikiran dan marxistis membuat kesalahan untuk semata-mata mau mencap agama sebagai satu gejala sosial saja.
Memang kaum Marxis materialistis kelihatan tidak sangsi memaksakan pendapatnya tentang agama ini. Mereka cenderung meneliti hal-hal yang berhubungan terutama dengan ritual, pengalaman-pengalaman agama, dan juga lembaga-lembaganya. Disamping itu mereka juga memusatkan perhatian kepada ajaran ajaran dan cerita-cerita keagamaan. Hal ini saja sebetulnya sudah merupakan satu problem bagi kaum komunis dalam menetapkan  teorinya kalau mereka insaf bahwa, teori itu adalah hasil dari suatu teori yang lebih awal yang tingkatannya lebih tidak duniawiah tentang agama. Teori itu tidak diakui dan tidak cocok bagi kebudayaan-kebudayaan lain, seperti persoalan tentang Cina modern, tentang status agama mereka menurut orang Markis  

3. Metode Psikiologi
    Dalam abad ke-20 muncul pendekatan baru untuk menjelaskan agama dari segi ilmu pengetahuan, yaitu pendekatan psikologi.  Sangat erat hubungannya dengan perdebatan psikologi ini adalah apa yang dihasilkan oleh SigmundFreud. Freud (1866-1939), salah satu pemikir besar abad ini yang turut menentukan cara bagaimana seharusnya orang memandang dunia dan dirinya sendiri dewasa ini, telah berhasil merumuskan satu pendekatan terbaru dalam bidang psikologi yaitu pendekatan psiko-analisis. Dalam tulisannya mengenai agama, ia tidak pernah menyembunyikan atheismenya, karena baginya agama adalah gangguan kejiwaan. Psiko-analisis dihasilkan setelah ia mencoba berbagai metode terlebih dahulu, terutama metode hipnosis dan metode sugesti. 

Zakiah Daradjat menyimpulkan teori psiko-analisis Freud tentang agama, dalam tiga faktor:
a. Sesungguhnya kepercayaan agama seperti keyakinan akan keabadian, surga dan neraka tak lain dari hasil pemikiran kekanak-kanakan yang berdasarkan kelezatan yang mempercayai adanya kekuatan mutlak bagi pemikiran-pemikiran.
b.  Sikap seseorang terhadap Allah adalah peralihan dari sikapnya terhadap bapak, yaitu sikap Oedip yang bercampur antara takut dan butuh akan kesayangan.
c. Doa-doa lainnya (dari penenang agama) adalah cara-cara yang didasari (obsessions) untuk mengurangkan rasa dosa, yaitu perasaan yang ditekan akibat pengalaman-pengalaman seksual. Yang kembali kepada masa pertumbuhannya kompleks Oedip.
Sehubungan dengan psiko-analisis, maka ada diriwayatkan, bahwa nabi Muhammad saw sudah menyelidiki gejala-gejala kejiwaan seorang pemuda Yahudi, yaitu Ibnu Sayyad secara kritis dan cermat. Menurut Iqbal, Nabi Muhammad adalah seorang penyelidik pertama atas gejala-gejala kejiwaan dengan cara yang kritis. 

4. Metode Ilmiah
Suatu aliran menekankan bahwa untuk mendekati agama itu semestinya suigeneris yang sama sekali tidak dapat dibandingkan atau dikaitkan dengan metode-metode yang terdapat dalam pelbagai bidang pengetahuan lainnya.  Aliran lain menyatakan bahwa sekalipun bagaimana dan apa pun masalah yang diteliti, metode yang sah untuk dipergunakan adalah metode “ilmiah”. Istilah “ilmiah” disini dipergunakan dalam arti ganda. Dalam arti sempit, ia menunjukkan metode yang dipergunakan pada ilmu-ilmu alam. Sedangkan dalam arti yang luas, ia menunjuk pada suatu prosedur yang bekerja dengan disiplin yang logis dan utuh dari premis-premis yang jelas. Tetapi, sebetulnya pada dua pendekatan ini terdapat kekurangan. Dalam lapangan agama sebenarnya harus dikembangkan metode baru yaitu metode “sintesis”. Berkenaan dengan aliran kedua yaitu aliran yang berpendapat bahwa meneliti agama haruslah dengan cara “ilmiah”. Kita mempunyai alasan untuk menentang pluralisme bahkan dualisme dalam masalah-masalah metode dari ilmu pengetahuan.
Kebenaran adalah satu, kosmos adalah satu, oleh karena itu pengetahuan juga satu. Pengahayatan ini sangat penting. Sekalipun kita tidak setuju dengan interpretasi positif dari prinsip ini, kita harus menggabungkannya pada metodologi kita yang didasarkan pada tuntutan ganda. Tuntutan yang pertama adalah bahwa metode itu harus disatukan. Ini merupakan keharusan. Semua idealisme dan naturalisme termasuk materialisme bangun dan jatuh bersama-sama dengan monisme metodologis. Namun demikian, untuk memahami suatu kebenaran adalah satu hal, dan untuk memiliki kebenaran itu adalah satu hal lain. Kita harus realistik bahwa pengetahuan kita tentang segala sesuatu itu adalah sebagainya saja, dan bahwa hanya Tuhanlah yang mengetahui keseluruhannya. Tuntutan yang kedua adalah bahwa metode itu mencukupi untuk sasaran yang diteliti. Dan ini cocok dengan prinsip yang pertama, yaitu satunya metode. 

5. Teori Antropologi
   Antropologi telah memusatkan perhatiannya kepada kebudayaan-kebudayaan primitif yang tidak bisa tulis baca dan tanpa teknik. Dengan demikian untuk melakukan praktekantropologis, diperlukan teknik-teknik tertentu. Usaha pertama memadukan penyelidikan arkeologi terhadap manusia prasejarah disatu pihak dengan penelitian antropologi dilain pihak dilakukan oleh seorang amtropolog Inggris, John Lubbock. Bukunya yang berjudul The origin of Civilization and The Primitive Condition of Man bagannya terdiri dari satu skema yang bercorak evolusi mulai dari  atheisme,  fetishisme, totemisme,  syamanisme,  anthropomorphisme, monoteisme, dan monotheisme etis. 
     Menurut Van Baal, agama tidak dijumpai secara umumnya, melainkan secara satu persatu, selaku agama satu suku, satu bangsa, sejemaah, segereja, dan sebagainya. Sebab itu setiap agama harus diteliti sebagai satu sistem yang meliputi segala seluk beluk yang berhubungan dengannya. Juga harus selalu didasari bahwa agama adalah satu perwujudan sosial, walaupun yang percaya atau yang tidak percaya itu adalah pribadi-pripadi. Namun, isi kepercayaan, tradisi, mitologi, dan upacara-upacara semuanya didapati dari nenek moyang, kalau agama itu primitif, atau tradisional, dari guru-guru agama, atau dari pendeta-pendeta setempat, kalau agama itu berdasar atas kitab-kitab tertentu pada zaman dahulu. Setiap agama memiliki satu sistem yang disusun dari adat istiadat, upacara dan tradisi-tradisi yang diwarisi dari generasi ke generasi. Dan memang setiap generasi mengadakan sedikit-sedikit perubahan atau tambahan terhadap warisan itu, tapi adalah jelas, bahwa setiap generasi dan individu , mulai menerima agamanya selaku warisan pendahulunya. Itulah pemahaman Van Baal terhadap agama berdasarkan kitab suci. Metode antropologi hanya tepat untuk digunakan meneliti agama primitif itu saja. 

6. Metode Teologi
Metode teologi yaitu suatu pendekatan yang normatif, subyektif terhadap agama adalah pendekatan teologis. Pada umumnya pendekatan ini dilakukan dari dan oleh penganut sesuatu agama dalam usahanya menyelidiki agama lain. Maka pendekatan ini bisa juga disebut pendekatan atau metode tekstual, atau pendekatan kitabi, maka ia selalu menampakkan sifatnya yang apologis dan deduktif. 

7. Metode Perbandingan
    Seorang ahli sosiologi yang paling berpengaruh sejak akhir abad ke-19, adalah Max Weber. Ia melihat adanya hubungan yang nyata antara ajaran protestan dan munculnya kapitalisme. Ia telah memperkirakan adanya hubungan dalam ajaran Calvinisme tentang  Ascetisme dunia ini yang telah menciptakan suatu disiplin yang rasional dan karya etis berbarengan dengan menabung yang akan dipakai untuk penanaman modal. Namun demikian, Weber mengakui bahwa teorinya yang seperti itu harus dites. Akan tetapi harus diakui, bahwa sumbangan pemikirannya yang utama adalah uraian-uraiannya yang sangat sistematis mengenai adat istiadat dan kebudayaan lain dari sosiologi. Tulisannya tentang Islam, Yahudi, agama-agama India dan Cina sangat berpengaruh. Begitu juga ia telah menghidangkan berbagai kategori dalam bidang agama, yang sudah dijadikan alat perbandingan dengan bermacam-macam materi perbandingan pula. Denga demikian, ia dianggap sebagai pendiri yang sejati dari sosiologi perbandingan. Dan oleh karena perhatiannya yang khusus terhadap agama, maka ia juga dianggap sebagai tokoh besar dalam bidang perbandingan agama. 

D. FAEDAH MEMPELAJARI ILMU PERBANDINGAN AGAMA
Mukti Ali dalam bukunya Ilmu Perbandingan Agama, mengemukakan bahwa faedah mempelajari ilmu perbandingan agama bagi seorang muslim adalah:
1. Untuk memahami kehidupan batin, alam pikiran, dan kecenderungan   hati berbagai umat manusia.
2. Untuk mencari dan menemukan segi-segi persamaan dan perbedaan antara agama Islam dengan agama-agama yang bukan Islam. Hal ini sangat berguna untuk perbadingan, untuk membuktikan dimana segi-segi dari agama Islam yang melebihi agama-agama lain, berguna juga untuk menunjukkan bahwa agama-agama lain, berguna juga untuk menunjukkan bahwa agama-agama yang datang sebelum Islam itu adalah sebagai pengantar terhadap kebenaran yang lebih luas dan lebih penting.
3. Untuk menumbuhkan rasa simpati terhadap orang-orang yang belum mendapat petunjuk tentang kebenaran, serta menimbulkan rasa tanggung jawab untuk menyiarkan kebenaran yang terkandung dalam agama Islam kepada masyarakat.
4. Ilmu ini bukan hanya berguna bagi para mubaligh, tapi juga para ahli agama Islam, karena pikiran lebih tajam dengan mempelajari berbagai agama dengan cara membanding dan akan mudah memahami isi dan pertumbuhannya. 








BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan 
Perbandingan Agama adalah ilmu yang mempelajari asal-usul, ciri-ciri dan struktur asasi agama-agama dengan maksud untuk menentukan persamaan-persamaan dan perbedaan-perbedaannya yang sebenarnya serta sejauh mana hubungan agama yang satu dengan agama yang lain sehingga dapat diungkapkan hakikat dan pentingnya agama bagi pemeluknya masing-masing.
Ilmu Perbandingan Agama tidak hanya membanding-bandingkan agama saja, tetapi juga melakukan kajian historis, fenomenologis, atau secara umum melakukan kajian yang bersifat ilmiah atau scientific. Hal itu akan semakin jelas setelah dibahas mengenai metode-metode yang digunakan dalam Ilmu Perbandingan Agama.
Terdapat dua perbedaan pokok antara Filsafat agama dengan teologi (Harun Nasution, 1973: 4). Pertama,filsafat agama tidak membahas dasar-dasar ajaran dari agama tertentu, tetapi dasar-dasar agama pada umumnya. Sementara, teologi membahas dasar-dasar ajaran agama tertentu. Kedua, filsafat agama tidak terikat pada dasar-dasar agama tertentu, filsafat agama bermaksud menyatakan kebenaran atau ketidakbenaran dasar-dasar agama. Sementara, teologi sudah menerima dasar ajaran agama sebagai kebenaran. Teologi hanyalah sebatas upaya memberikan penjelasan atau interpretasi tentang dasar-dasar agama, atau upaya mencari legalitas rasional atas ajaran agama tertentu.
  





Daftar   Pustaka

Ahmadi, Abu. 2004. Perbandingan Agama. Cet. 17. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Al-Ahwani, Ahmad Fuad. 1997. Filsafat Islam. Jakarta: Pustaka Firdaus.

Ali, Mukti. 1992. Ilmu Perbandingan Agama di Indonesia. Bandung: Mizan.

Bakhtiar, Amsal. 1997. Filsafat Agama. Jakarta: Logos Wacana Ilmu.

Daradjat, Zakiah. 1996. Perbandingan Agama 2. Jakarta: Bumi Aksara.

Djam’annuri. 2003.  Studi Agama-Agama; Sejarah Dan Pemikirannya. Yogyakarta: Pustaka Rihlah.

Jirhanuddin. 2010. Perbandingan Agama. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Nasution, Hasnah. 2006. Filsafat Agama. Jakarta : Istiqomah Mulya Press. 

Wach, Joachim. 2001. Ilmu Perbandingan Agama. Jakarta: Rajawali.

Ya’qub, Hamzah. 1991. Filsafat Agama. Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya.



http://silvieangguratu.blogspot.com/2014/03/definisi-perbandingan-agama-filsafat.html?m=1. Diakses pada tanggal 4 maret 22.23

Tidak ada komentar:

Posting Komentar